SAPU TERAPI, BANTU SEMBUHKAN SCHIZOFRENIA
Schizofrenia bukanlah penyakit baru dalam masyarakat. Kelainan gangguan jiwa akibat ketidakseimbangan neurotransmitter di otak ini bisa mengenai siapa saja. Meski menjadi momok, bahkan aib, namun penyakit ini bisa disembuhkan dengan berbagai bentuk terapi. Selain pengobatan untuk menurunkan gejala, pasien schizophrenia diharapkan dapat memenuhi criteria kesembuhan yang lain yaitu mampu merawat diri, aktif bersosialisasi di masyarakat, mampu melaksanakan aktifitass sehari-hari, dan dapat bekerja secara produktiv.
Di Puskesmas Pranggang, Tn. M adalah penderita schizophrenia yang telah diterapi sejak tahun 2008. Setelah sebelumnya menjalani perawatan di RSJ Lawang Malang, pasien ini mengambil obat sendiri di puskesmas, meski kadang masih terlihat gejala-gejala halusinasinya. Pada periode tertentu, dia juga muncul gejala marah dan emosi yang tidak terkontrol, sampai merasa bosan sampai kapan harus minum obat.
Dari kebosanan inilah yang menyebabkan dia malas control dan tidak rutin lagi ambil obat ke pkm. Satu insiden yang menunjukkan isyarat dan berlanjut pada tindakan bunuh diri pun terjadi. Pasien meminum obat oral sebanyak 56 tablet sekaligus (obat yang sebenarnya jatah 1 mgg). Beruntung masih bisa ditangani di UGD RSUD Kab.Kediri. Perkembangan ilmu melalui pelatihan telah dikembangkan oleh Dinas Kesehatan, sehingga awal tahun 2013 Puskesmas bisa menangani pasien2 schizofrenia yang tidak patuh minum obat dengan terapi injecti tiap bulan. Kendati demikian, masih saja gejala-gejala halusinasinya muncul. Proses asuhan keperawatan telah coba kami terapkan, tidak hanya pada pasien, tapi juga terhadap keluarganya. Aktifitas yang telah coba kami latihkan adalah menyapu lantai. Seminggu sekali saat control pelayanan jiwa di Pkm, pasien ini bersedia menyapu ruang pelayanan /BP dan ruang tunggu pasien. Aktifitas ini juga kami tanamkan agar dilakukan setiap hari di rumah pasien. Tetapi menurut informasi keluarga, terkadang juga malas menyapu dirumah.
Kemauan untuk menyapu tersebut, menginspirasi kami untuk lebih memberdayakan agar menjadi sebuah pekerjaan/okupasi yang lebih menyeluruh dan produktiv. Tidak sekedar menyapu, tetapi mengepel, membersihkan kaca, dan lain-lain. Berawal dari inspirasi tersebut, dan kekosongan tenaga cleaning service, Tn.M bersedia datang ke PKM 2x dalam seminggu dengan kegiatan menyapu seluruh ruang dan mengepel. Pada bulan Agustus 2014, dengan upah sekedar bisa buat sarapan pagi dari volunter, menjadi penyemangat Tn.M untuk selalu datang menyapu pada hari yang ditentukan. Menurut pengamatan kami, dengan adanya penghasilan sedikit yang didapatkan dari menyapu dan mengepel, Tn.M tampak lebih survive, semangat menjalani hidup dan tetap patuh minum obat. Tiga bulan kemudian, tambah volunteer lagi yang menghendaki untuk membersihkan kaca tiap ruang, ahirnya 5hr dalam seminggu, Tn.M datang tiap pagi menyapu seluruh ruang, mengepel, membersihkan kaca dan menyapu halaman.
Sampai pada ahir tahun 2014, kami coba usulkan kepada Kepala Puskesmas untuk dianggarkan dari dana Puskesmas, karena Tn.M layak untuk diberdayakan. Kepala Puskesmas pun menyetujui usulan ini, karena beliau juga sudah mengakui kelayakannya. Mulai 2015, cleaning service PKM Pranggang dianggarkan melalui dana Puskesmas dengan tenaga eks schizophrenia yang diberdayakan dengan pemberian upah per hari.
Surprise bagi kami, setelah kurang lebih 6 bulan pemberdayaan produktif ini berjalan, Tn.M berinisiatif untuk mengorganisir uang. Terbukti ia minta diberikan upah per bulan, tidak per hari. Kenapa?’’ ditabung’’, ujarnya. Akan tetapi, kami tetap mempertimbangkan dengan perubahan system yang dia minta, karena reward adalah stimulus pembangkit semangat kerja. Setelah berkonsultasi saat pelayanan poli jiwa, ahirnya pasien memutuskan untuk diberikan seminggu sekali, agar tidak terlalu lama.
True story diatas, adalah penerapan Terapi Okupasi yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi penderita semaksimal mungkin seperti kondisi sebelum sakit dengan memberikan aktivitas terencana dengan tetap memperhatikan kondisi penderita sehingga pasien dapat mandiri dan produktiv dalam keluarga maupun masyarakat.kontributor Nur'aini Farida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar